RSS
Write some words about you and your blog here

Belajar Berkata Cukup

Seringkali diri meminta perkara yang macam-macam, seolah-olah itulah yang terbaik untuk diri. Persoalannya, tahukah diri kita apa yang terbaik untuk diri??
Jikalau diri dilahirkan miskin, seringkali berdoa menjadi kaya. Hendak mengubah kehidupan kita menjadi kaya. Akan tetapi pastikah kekayaan itu yang terbaik untuk diri?
Atau jika dilahirkan pendek, atau hitam dan berpenyakit. Tentunya diri mengharap-harap keajaiban untuk menjadi manusia yang sempurna. “just nice”(Mutiara Amaly)
Tiga tahun yang lalu, aku termasuk dalam salah satu kandidat dalam ujian memperebutkan kursi menjadi mahasiswa di universitas negeri di Indonesia. Waktu itu nasibku benar-benar dipertaruhkan, berharap sekali akan berhasil menembus seleksi dan berhasil menduduki kursi di universitas serta jurusan yang sangat aku impikan itu. Sebulan menanti hasil ujian, harap-harap cemas.
Ternyata langit berketentuan lain, aku salah. Saat hari H hasil seleksi itu diumumkan aku dinyatakan positif tidak diterima. Segalanya sungguh terasa tak berarti. Hingga akhirnya aku terpaksa memutuskan untuk melanjutkan studi di universitas swasta. Perasaan positifku terserang virus, dan aku tidak bisa caranya mengupdate anti virusnya. Segalanya nampak suram, tak ada secercah cahaya yang menerangi kalbuku untuk bisa melihat hikmah.
Bermula dari perasaan negatif yang merajai hati dan pikiranku, sejak saat itu aku mulai tidak menghargai studiku. Segalannya ku anggap rendah, aku masih berperasaan bahwa seharusnya aku tidak duduk disini, di ruangan ini. Seharusnya aku sedang memperhatikan dosen yang ada disana bersama sebagian teman yang ikut dalam seleksi kemaren. Bersama-sama menggelindingkan roda organisasi yang sudah sejak lama aku dambakan. Erghh...betapa kata seharusnya dan bayangan impian tak sampai itu menyayat hatiku, menusuk-nusuk bak sembilu. Dari semester ke semester IPK ku bergerak menurun, hanya ketika menjelang detik-detik semester akhir saja aku bisa menaikkan IPK ku.
Seperti dalam kutipan ayat :
“…Sesungguhnya Allah senantiasa melimpahkan karuniaNya kepada manusia (seluruhnya), tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”(Al-Baqarah:243)
“Dan apabila Kami karuniakan nikmat kepada manusia, berpalinglah ia serta menjauhkan diri (dari bersyukur) dan apabila ia merasai kesusahan, jadilah ia berputus asa.” (Al-Israa:83)
“Dan terhadap nikmat Rabb-mu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (Ad-Dhuha:11)
Tidakkah kau sadari bahwa dibelahan bumi ini masih banyak orang yang secara kasat mata jauh dari keberuntungan, mereka diuji dengan ujian yang jauh lebih berat? Banyak anak-anak yang terkena gizi buruk, bernafas dengan udara beraroma busuk gunungan sampah, tinggal di gubug-gubug di pinggiran bantaran sungai, ada juga yang membangun gubugnya di pinggir rel, sudah terbiasa dengan desingan berisik laju kereta api, tak kurang juga dari mereka yang cita-cita untuk melanjutkan sekolah atau kuliah kandas di tengah jalan karena terhimpit oleh beban kebutuhan hidup, terbelit hutang dan lain sebagainya.
Persoalannya, adakah apa yang diri peroleh sekarang ini bukan yang terbaik? Adakah Allah itu zalim atau pilih kasih dengan memberi sebagian orang nikmat manakala sebagian yang lain lagi adzab? Bukankah Allah itu Maha Adil? Bukankah Allah itu Maha Mengetahui? Bukankah Allah itu Maha Bijaksana? Jika begitu, mengapakah ada sebagian yang bernasib malang manakala sebagian yang lain bernasib baik sepanjang hidup mereka?
Kadangkala tatkala diri berdoa, diri sendiri sering kurang paham dengan apa yang diri minta. Ada orang yang berdoa minta selamat. Akan tetapi Allah berikan dia jauh dari sehat. Dari kaya jatuh miskin. Dari jelita jadi buruk. Bagaimana itu? Itu hanyalah sebagai ujian kesabaran. Seandainya iman tetap kuat, Insya Allah dia akan selamat di akhirat kelak.
Selamat atau beruntung juga bukan? Adakah Allah menolak permintaannya? Tidak! Bahkan Allah meletakkannya ke tempat yang lebih tinggi.
Taukah wahai sobat, bukan bermaksud untuk pamer. Dulu ketika aku masuk kuliah aku mendapatkan keringanan biaya, hal itu jika disadari sejak dulu aku telah meringankan beban orang tuaku yang mana ketika aku mau masuk perguruan tinggi orang tuaku tidak memegang uang banyak. Namun satu persatu hikmah yang sebenarnya telah datang menghampiriku, kuacuhkan begitu saja bahkan aku masih tetap marah pada langit. Ya seperti yang telah Allah janjikan kepada hambanya, bahwa jika dia bersyukur terhadap apa yang telah Allah berikan maka Allah akan menambah nikmatnya namun jika tidak Allah akan murka. Sekarang aku baru menyadari akibat dari kekufuranku akan nikmatnNya, baru sekarang lulus kuliah D3 baru menyesali atas sikapku dulu. Astagfirullah….
Jika Allah menentukan sesuatu ke atas diri, yakinilah itu adalah yang terbaik. segala sesuatunya telah diukur kadar dosisnya Hanya mata diri yang diselimuti dengan nafsu yang tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada sesuatu kejadian. Mengapa sukar bagi diri untuk ridha kepada ketetapan Allah? Karena senantiasa melihat apa yang ada pada orang lain itu lebih baik dari apa yang diri miliki. “Rumput tetangga akan selalu tampak lebih hijau,” begitu pepatah mengatakan. Nabi saw telah menasehatkan agar melihat orang yang dibawah. Jangan melihat orang lebih tinggi (sesekali boleh) karena itu akan membuat diri tidak bersyukur. Dan itulah masalahnya pada diri. Senantiasa mengejar peluang yang lebih baik. Senantiasa melakukan yang lebih banyak.
Cukup atau tidak apa yang kita punya, bergantung pada cukup atau tidaknya kita bersyukur kepada Allah swt, juga bergantung pada cukup atau tidaknya dalam mengekang nafsu diri. Yang terpenting selepas shalat, berdoalah kepada Allah agar diberikan yang terbaik buat diri. (Mutiara Amaly)
Ya Allah ampunkanlah segala dosa-dosa diri ini. Jika Engkau berikan kesempatan untuk kuliah lagi, Insya Allah tidak akan ku sia-siakan lagi kesempatan itu.
Temanggung, 19 Oktober 2009

Milih Kuliah atau Buka Usaha

Sejak 30 Mei 2009 kemaren alhamdulillah aku lulus diwisuda. Pas hari H diwisuda rasanya seneng banget. Tapi setelah itu bingung mau ngapain, harusnya kerja ya? Nah tu dia masalahnya…Benernya aku masih punya kontrak kerja di radio Unisi Yogyakarta, kira-kira masih ada sekitar tiga bulanan lagi. Aku kerja di bagian keuangannya. Tapi aku nggak betah kerja disana dan memutuskan untuk keluar. Setelah itu pada tanggal 9 Juli kemaren aku pergi ke Pare buat les bahasa Inggris selama satu bulan. Sebenernya pengen lebih, tapi aku terserang homesick berat dan akhirnya aku pulang dan nyampe sekarang masih di rumah. Lumayan di rumah nggak begitu keliatan seperti pengangguran, soalnya di rumah banyak kerjaan. Tiap hari ibuku jualan masakan dan dijual tiap pagi hari. Siangnya jualan yang garing-garingan. Selain itu aku juga nyoba nglamar cpns dan ikut seleksinya.
Sekarang aku lagi bingung. Seandainya nyampe bulan Januari nanti belum dapat job, rencana aku mau lanjutin kuliahku (transfer S1), disatu sisi ibuku nyuruh aku buka usaha. Duit yang mau buat biaya kuliah mending dipake buat modal usaha. Toh orang lulus kuliah ujung-ujungnya juga mau nyari kerja. Sementara jaman sekarang nyari kerjaan sulit. Lowongannya berapa yang daftar berapa???
Ummm faktor pembuat bingungnya ternyata bukan itu saja, aku pengen merr…rid he he…
Temanggung, 16 Oktober 2009

Rindu Menulis

Setelah sekian lama aku menghilang dari dunia tulis menulis rasanya bingung, kaku mau nulis apa. Dunia tulis menulis? Erghh…kalau dipahami maknanya seakan-akan aku ini adalah seorang penulis, yang ikut dalam organisasi kepenulisan terkenal atau telah menelorkan berpuluh-puluh cerpen bahkan novel. Hehe…aku belum sehebat itu. Tapi berharap bisa seperti itu. Dulu aku kenal dunia kepenulisan lewat seorang teman SMA yang hobi membuat cerpen, sekarang dia kuliah di IPB.
Sejak saat itu, kira-kira kelas dua SMA aku mulai belajar menulis. Kondisi waktu itu memang sangat pas buatku untuk menulis, ya sejak kelas satu SMA aku mengalami gangguan psikologi yang diakibatkan oleh trauma (phobia) masa lalu yang merundung jiwaku mulai dari kelas empat SD sejak saat itu tanpa disadari jiwaku sedikit demi sedikit mulai retak. Pada awalnya hal itu tidak begitu menghambat prestasi belajarku. Saat lulus SD aku termasuk dalam empat besar hingga mengantarku masuk ke SMP negeri Favorit di Temanggung kota kelahiranku. Nah pada saat SMP gejolak psikologiku sudah mulai terasa, prestasi belajarku mulai menurun, aku tidak pernah masuk dalam daftar ranking sepuluh besar kecuali saat kelas satu, walau begitu alhamdulillah aku masih bisa diterima di SMA negeri paling favorit di Temanggung dan sudah berstandar internasional. Ergh...bukan maksudku buat nyombong loch.
Dari hari kehari jiwaku terus tergoncang, bahkan aku merasa sudah tidak bisa bertahan hidup. Hatiku sempit, dadaku sesak, otakku tegang, aku mengalami ketakutan luar biasa bahkan rasa PDku nyaris hilang sempurna. Diam-diam aku sering menyendiri di kamar dan menangis.
Setahun berlalu, aku mulai dekat dengan seorang akhwat. Prestasi belajar di kelasnya cukup diperhitungkan, aku sering menemani dia ke toko buku-buku islami. Dia hobi sekali menulis, hasil tulisannya sering dia kirimkan ke beberapa redaksi.bagai berteman dg pandai besi blab la bla…..tak disangka ternyata hobinya menulari aku. Terlebih saat aku membaca tabloid islami Annida yang berisi sastra islami, banyak menyorot tentang dunia kepenulisan, remaja berprestasi dan dakwah. Dengan sesadar-sadarnya hatiku mulai mengakui bahwa menulis itu menyenangkan. Aku bisa curhat lewat tulisan, dan yang paling menyenangkan gejolak psikologisku sedikit bisa teredam dengan menulis. Pengen tau hal apa yang menjadi pengalaman menulis pertamaku??? Bertema tentang cinta…hemm ya aku menulis seseorang yang diam-diam aku taksir. Laki-laki penjual buku-buku islami yang biasa aku kunjungi itu hehe…kalau nggak salah aku berhasil menulis sekitar 12 atau 18 lembar format times new roman . Namun sayang aku nggak bisa membuat endingnya, idenya mentok dan akhirnya aku tidak melanjutkan tulisan itu lagi dan berganti ke topik lain. Sampai-sampai sekarang aku sudah lupa dengan password yang kugunakan untuk membuka file cerita yang masih mentah itu lagi.
Sekarang aku adalah alumni mahasiswa d3 akuntansi UII Yogyakarta. Dua tahun yang lalu aku pernah ikut seleksi organisasi kepenulisan FLP (Forum Lingkar Pena) Yogyakarta tapi hikss… belum lolos. Sebenarnya aku pengen membiasakan menulis tiap hari (konstan) tapi keinginanku masih pasang surut. Mang air laut ya hehe…
Ternyata enak ya kalau bisa ng BLOG, pas bangetzz wat media penyaluran hasrat untuk menulis. Pengen ahhh punya BLOG, ngeblognya di warnet boros jg yac…but nevermind, cita-cita haruz diperjuangkan! Smangatzzzz!!!
Temanggung, 16 Oktober 2009